web widgets

Minggu, 01 April 2012

IHWAL SISTEM KALENDER ISLAM


Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak).

Kita ketahui bersama bahwa Kalender Hijriyah berbeda dengan Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, suatu (tanggal) hari dimulai pada pukul, 00.00 waktu setempat. Namun pada sisitem Kalender Hijriyah, suatu hari (tanggal) dimulai ketika terbenamnya matahari ditempat tersebut.

Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah (tahun baru islam) dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi muhammad SAW. Namun demikian, sistem yang menjadi dasar pada Kalender Hijriah telah ada sejak jaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.

Sebelum datanya Islam, di tanah arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara bulan (Qomariyah) maupun matahari (Syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan  dengan musim, dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).

Pada waktu itu belum dikenal penomoran tahun. Suatu tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya tahun dimana Nabi Muhammad SAW lahir dan dikenal dengan nama “Tahun Gajah”, karena pada saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin Abrahah, Gubernur Yaman.

Pada era Nabi Muhammad SAW, sistem penanggalan pra-Islam digunakan pada tahun ke-9 setelah hijrah, lalu turun ayat 36-37 Surah At-Taubah yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.

Firman Allah SWT, yang artinya,

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,...” (Surah At Taubah : 36)

“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Surah At Taubah : 37)

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, diusulkan kapan dimulainya tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai patokan penanggalan Islam, ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya pada tahun 638 M (17 H), Khalifah Umar bin Khattab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Dan tanggal 1 Muharam tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli tahun 622 Masehi, namun tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Karena peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW terjadi pada bulan September 622 Masehi.
Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H. (PERF 559)

Dan satu hal yang perlu diketahui, bahwa Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan kalender lunar (Qomariyah),  yang memiliki 12 bulan dalam setahun.
Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah, 12 x 29.53059 hari = 354. 36708 hari. Dan hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibandingkan dengan 1 tahun Kalender Masehi.

Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari.
Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apoge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi. Dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige, yaitu jarak terdekat bulan dengan bumi. Dan bumi berada pada titik terjauhnya dengan matahari (aphelion).

Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap, akan tetapi berubah-ubah antara 29 dan 30 hari, atau relatif sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit, yakni, Bumi, Bulan dan Matahari.

Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru ( konjungsi atau ijtimak).
Pada fase ini bulan terlihat sesaat setelah terbenamnya matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat.
Jika hilal tidak terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebutdibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan–bulan mana saja yang memiliki 29 hari dan yang memiliki 30 hari, semua tergantung pada penampakan hilal.

Terkait dengan Rukyah dan Hisab, selama ini ada dua metode yang dipergunakan untuk mengetahui hilal, yaitu Rukyah dan Hisab.

Rukyah adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima’). Rukyah dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dapat juga dengan menggunakan alat bantu optik seperti teleskop.apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.

Hisab adalah suatu kegiatan untuk melakukan perhitungan guna menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab juga merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal dapat terlihat. Dan hisab ini seringkali dilakukan untuk membantu sebelum dilakukannya rukyah.

Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadhan, Syawwal serta Dzulhijjah. Penentuan kapan hilal dapat terlihat menjadi motivasi ketertarikan umat islam dalam astronomi.
Dan ini menjadi pendorong mengapa Islam menjadi pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari astrologi pada abad pertengahan.

Dalam hal penentuan awal bulan, sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal).  Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa untuk melakukan penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal.

Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan yang tentunya berakibat pada adanya perbedaan hari dalam melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.


---------------------------------------------------------------------------
Sebagian isi diambil dari “Hidayah edisi 124,  Desember 2011”