Penentuan awal bulan (new moon)
ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) bulan sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak).
Kita ketahui
bersama bahwa Kalender Hijriyah berbeda dengan Kalender Masehi. Pada sistem Kalender
Masehi, suatu (tanggal) hari dimulai pada pukul, 00.00 waktu setempat. Namun pada
sisitem Kalender Hijriyah, suatu hari (tanggal) dimulai ketika terbenamnya matahari
ditempat tersebut.
Penentuan
kapan dimulainya tahun 1 Hijriah (tahun baru islam) dilakukan 6 tahun setelah
wafatnya Nabi muhammad SAW. Namun demikian, sistem yang menjadi dasar pada
Kalender Hijriah telah ada sejak jaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada
tahun ke-9 periode Madinah.
Sebelum datanya
Islam, di tanah arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara bulan (Qomariyah) maupun matahari (Syamsiyah). Peredaran bulan digunakan,
dan untuk mensinkronkan dengan musim,
dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu
itu belum dikenal penomoran tahun. Suatu tahun dikenal dengan nama peristiwa
yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya tahun dimana Nabi Muhammad SAW
lahir dan dikenal dengan nama “Tahun Gajah”, karena pada saat itu terjadi
penyerbuan Ka’bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin Abrahah, Gubernur
Yaman.
Pada era
Nabi Muhammad SAW, sistem penanggalan pra-Islam digunakan pada tahun ke-9
setelah hijrah, lalu turun ayat 36-37 Surah At-Taubah yang melarang menambahkan
hari (interkalasi) pada sistem
penanggalan.
Firman Allah
SWT, yang artinya,
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu,...” (Surah
At Taubah : 36)
“Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan
apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan
mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir”. (Surah At Taubah : 37)
Setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW, diusulkan kapan dimulainya tahun 1 Kalender Islam. Ada yang
mengusulkan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai patokan penanggalan
Islam, ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun
wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Akhirnya
pada tahun 638 M (17 H), Khalifah Umar bin Khattab menetapkan awal patokan
penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah
ke Madinah.
Penentuan
awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan
(interkalasi) dalam periode 9 tahun. Dan tanggal 1 Muharam tahun 1 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 16 Juli tahun 622 Masehi, namun tanggal ini bukan
berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Karena peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad SAW terjadi pada bulan September 622 Masehi.
Dokumen tertua
yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22
H. (PERF 559)
Dan satu
hal yang perlu diketahui, bahwa Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata
siklus sinodik bulan kalender lunar (Qomariyah),
yang memiliki 12 bulan dalam setahun.
Dengan menggunakan
siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah, 12 x 29.53059
hari = 354. 36708 hari. Dan hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah
lebih pendek sekitar 11 hari dibandingkan dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya,
siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan Kalender Hijriah
bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari.
Usia bulan
yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apoge, yaitu
jarak terjauh antara bulan dan bumi. Dan pada saat yang bersamaan, bumi
berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara
itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya
bulan baru di perige, yaitu jarak terdekat bulan dengan bumi.
Dan bumi berada pada titik terjauhnya dengan matahari (aphelion).
Dari sini
terlihat bahwa usia bulan tidak tetap, akan tetapi berubah-ubah antara 29 dan
30 hari, atau relatif sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit, yakni, Bumi,
Bulan dan Matahari.
Penentuan
awal bulan (new moon) ditandai dengan
munculnya penampakan (visibilitas)
bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (
konjungsi atau ijtimak).
Pada fase
ini bulan terlihat sesaat setelah terbenamnya matahari, sehingga posisi hilal
berada di ufuk barat.
Jika hilal
tidak terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebutdibulatkan
menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan–bulan mana saja yang memiliki 29
hari dan yang memiliki 30 hari, semua tergantung pada penampakan hilal.
Terkait dengan
Rukyah dan Hisab, selama ini ada dua metode yang dipergunakan untuk mengetahui
hilal, yaitu Rukyah dan Hisab.
Rukyah adalah aktivitas yang dilakukan
untuk mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang
pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima’). Rukyah dapat dilakukan
dengan mata telanjang, atau dapat juga dengan menggunakan alat bantu optik
seperti teleskop.apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah
memasuki tanggal 1.
Hisab adalah suatu kegiatan untuk melakukan
perhitungan guna menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab
juga merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal dapat
terlihat. Dan hisab ini seringkali dilakukan untuk membantu sebelum dilakukannya
rukyah.
Penentuan
awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan
ibadah, seperti bulan Ramadhan, Syawwal serta Dzulhijjah. Penentuan kapan hilal
dapat terlihat menjadi motivasi ketertarikan umat islam dalam astronomi.
Dan ini
menjadi pendorong mengapa Islam menjadi pengembang awal ilmu astronomi sebagai
sains, lepas dari astrologi pada abad pertengahan.
Dalam hal
penentuan awal bulan, sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan
awal bulan, harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung
(rukyatul
hilal). Dan sebagian yang lain
berpendapat bahwa untuk melakukan penentuan awal bulan cukup dengan melakukan
hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal.
Metode hisab
juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan
perbedaan penentuan awal bulan yang tentunya berakibat pada adanya perbedaan
hari dalam melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul
Fitri.
---------------------------------------------------------------------------
Sebagian
isi diambil dari “Hidayah edisi 124, Desember
2011”